Aku tidak ingin menjadi terbiasa ataupun terbiasakan
Senja 6 Januari
begitu menawan, semburat merah merona diufuk barat meminta untuk ditatap lekat.
Tapi sayang, mata ini menolak cepat. Kebiasaan duduk-duduk di lantai tiga rumah
ini membuat aku menjadi orang yang gemar memandang langit sore, teduh langit sore
dengan angin semilirnya jelas terasa lewat atas sini. Berteman cerita-cerita
yang sering ku ceritakan bersama dengan teman-teman, semakin menambah
kegundahan, sebenarnya. Terselip pikiran-pikiran ketika nanti aku tak lagi
dapat menikmati suasana lagi, entah karena sibuk dengan tugas kuliah atau sibuk
dengan aktifitas lain yang memaksa untuk lebih diperhatikan daripada langit
senja nan cantik itu. Ah, aku tak ingin menjadi terbiasa dengan ini. Selepas lelah
yang mengelayut pada pundak tubuh kecilku, aku tak ingin terbiasakan dengan senja
yang membuatku lupa dari mana lelah itu ada. Aku tak ingin terbiasakan.
Sore ini
pikiran-pikiran entah terdampar hingga ke mana, senja cantik ini pun hanya
dinikmati sendiri, tak sama seperti biasanya. Aku ingin sendiri, menikmati
teduhnya berteman cerita-cerita yang kemudian aku kenang sendiri. Lagi-lagi aku
tak ingin menjadi terbiasa, aku tak ingin terbiasakan. Lalu entah apa, tetiba
ingin sekali mengetahui kabar seseorang disana yang mungkin sudah hampir 6
tahun ini tak jumpa. Membuka handphone
dan mencoba mengetik sebuah nama yang ku maksud, keluar dan dia aku temukan. Rindu,
aku merasakan rindu. Melihat lebih jauh galeri fotonya disebuah media sosial
itu, aku lihat ada seorang yang tengah berdiri di samping kirinya, ah aku kira
itu teman dekatnya. Mungkin aku ingin lebih lama dan lebih banyak lagi mencari
tahu, tapi kembali lagi aku tak ingin menjadi terbiasa kemudian. Aku tak ingin
pula terbiasakan untuk kedua kalinya. Cukup dulu 6 tahun lalu, ketika romansa
sekolah menengah pertama. Biasa dan terbiasa menatap, dekat dan bercengkrama
lama. Aku tak ingin lagi.
Beberapa waktu
belakangan ada seseorang yang aku bilang mirip dengan dia, bahkan mirip pula dengan
dia yang lain. Entah memang aku saja yang membuat mereka seolah mirip atau
memang mirip, dan sekarang aku mulai terbiasa menilai mereka mirip. Sungguh aku
benci ini, saat aku mulai terbiasakan oleh sesuatu. Dia, orang yang aku maksud
sebagai dia yang lain ketika aku lihat dan perhatikanpun mirip dengan dia yang 6
tahun lalu itu. Lagi-lagi pikiran-pikiran ini membiasakanku.
Aku takut, ketika
lambat-laun aku menjadi terbiasa rindu dengannya. Kemudian aku mencoba mencari
tahu hingga terbiasakan. Aku takut, ketika aku menjadi dekat dengan orang yang
mirip itupun hanya karena terbiasa, terbiasa menyebut mirip dengan dia dan dia.
Bahkan ketika bertemu hari ini pun, pikiran-pikiran bahwa wajah itu sama persis
dengan dia, lalu berganti ternyata mitip juga sama dia. Ah, tidakkah ada yang
bisa buktikan padaku bahwa mereka mirip? Atau adakah yang bisa membantuku,
menyadarkanku bahwa mereka tidak mirip?.
Ini adalah part
hidup terkonyol yang aku lewati, bagaimana tidak, aku tetiba rindu dengan dia
yang telah lama tak ku temui dan telah lama tak menemui. Tetiba aku bertemu
orang yang aku kira mirip dengan dia, bahkan aku miripkan pula dia dengan dia
yang disana. Lalu dia yang disanapun mirip dengan orang yang aku temui. Konyol,
ini sungguh konyol. Aku tak ingin semakin terbiasa dengan ini, aku tak ingin
terbiasakan. Tolong lah, wahai pikiran. Berhenti membuatku berpikir dengan dia,
dia dan orang yang ku temui itu. Cukup saja sampai seperti ini, cukup sampai
hari ini. Jangan buat aku terbiasa ataupun terbiasakan.
#STORYofMYLIFE
Komentar
Posting Komentar