Banyak Hal Berubah

Tanggal 4 besok, genap sudah 3 bulan dari waktu terakhirku menyambangi tanah kelahiranku, Cilacap. Bisa ku bilang ini baru sebentar, ya hanya sebentar, bahkan beberapa tahun kebelakang, selama kurang-lebih 3 tahun berturut-turut aku serasa menjadi perantau yang jauh disebrang pulang sana, bagaimana tidak pulang hanya satu tahun sekali. Padahal, jaraknya Jogja-Cilacap dapat selesai dilewati oleh bus dalam waktu tidak kurang dari 5 jam saja. Waktu itu biasa saja, ketika lama-lama bertahan pada rutinitas sekolah tanpa sering pulang pun biasa, dan ketika pulang hanya menghabiskan waktu sebentar juga biasa, pulang dirumah hanya beberapa jam saja pernah juga merasakan itu. Waktu itu ketika pulang yang penting adalah bertemu keluarga dan sakitnya rindu sudah terobati, itu saja, cukup.

Sekarang, menginjak waktu 2 tahun aku berada pada tataran yang bukan lagi disebut siswa, tapi aku kini sudah mahasiswa, siswa yang serba maha, katanya. Memasuki usia-usia yang bukan lagi merengek meminta uang saku pula, aku sudah berkepala dua. Mahasiswa, maha segalanya, permasalahan yang dihadapipun maha, maha luar biasa, tapi selalu ada yang lebih Maha, Allah. Sekarang, tidak lagi sama dengan beberapa tahun lalu. Yang namanya mudik menjadi sangat jarang untuk dilakukan, mudik ya layaknya para perantau itu, mudik hanya ketika libur hari raya lebaran saja. Dan sekarang, masa-masa kuliah, masa-masa yang serba maha, menjadi masa dimana mudik menjadi hal yang sangat aku elu-elukan saat penat datang, terlebih ketika kerinduan akan almarhumah mamah semakin menjadi. Pulang, pulang, pulang. Itu saja yang diinginkan. Namun, tidak semudah ketika mengucapkan, selalu ada hal lain yang menjadi pertimbangan untuk menjadi seperti teman-teman lain yang ketika ingin pulang dapat dengan mudah pulang. Aku, berbeda.

Sedikit bercerita...
Dari waktu 3 bulan ini, terhitung dari oktober tahun lalu sampai januari tahun ini, ada banyak hal yang berubah di Cilacap sana. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang tambah, ada yang kurang. Ada yang bahagia, ada yang sedih. Lengkap semuanya. Bulan Oktober lalu, ketika aku beberapa hari dirumah untuk membantu acara syukuran pernikahan masku, kandungan salah satu mbakku sudah memasuki usia untuk lahir, dan benar saja setelah beberapa hari lahir anak laki-laki lucu, sayangnya aku sudah pulang ke Jogja, aku hanya melihat fotonya saja. Sampai sekarang aku belum melihat secara langsung. Kemudian beberapa waktu setelah itu ada anggota keluargaku yang telah dipanggil oleh Sang Khaliq, berganti hari, beberapa saat kemudian ada lagi. Berlalu sampai akhirnya awal bulan Desember lalu, aku mendapat satu anggota baru. Cantik, lucu, imut, mengemaskan, dan inshaa Allah menjadi putri yang shaleha, Syifa hadir melengkapi dan menyempurnakan kebahagiaan akhir tahun keluarga kecil dari mas Anto dan mbak Indri, mas dan mbakku. Kerinduan akan kehadiran momongan memang telah lama dirasakan, namun Allah belum berkehendak untuk memberi langsung seorang bayi yang lahir dari rahim mbakku, Allah Maha Bijaksana. Lama menahan rindu, dan kemarin itu rindu mereka telah terobati, Allah mengirimkan malaikat tanpa sayap kedalam sudut rumah kecil ditepian jalan stasiun Maos itu. Penuh dengan harapan mengiringinya, Syifa adalah cinta. Cinta yang membuat sebuah pilihan untuk terus mengusahan yang terbaik, sampai Allah mengabulkan doa-doa yang tiada henti disemogakan.

Memang begitu banyak hal yang berganti sejak kepulanganku tiga bulan lalu itu. Kemarin sebenarnya aku ingin juga pulang, mudik. Tapi setumpuk tugas yang harus dikerjakan dengan segera memaksaku untuk tetap tinggal di Jogja. Tinggal dengan tugas kuliah dan semua pekerjaan akhir tahun yang harus selesai. Sampai-sampai aku mendapat pesan singkat dari ayah yang kebetulan pulang saat libur natal dan tahun baru kemarin, membaca isinya hati ini terkoyak, menangis tanpa henti, rasanya ingin langsung pulang saat itu juga, namun ada tapi.

Ayah: "Dek, kamu ndak pulang? Ndak pengen pulang ke Maos po?
Aku: "Lagi ngerjain tugas, pengen pulang tapi tugasnya belum bisa ditinggal"
Ayah: "O, ya sudah, kalau cuma nganggur di Jogja kan mending pulang, kumpul di rumah sama keluarga"
Aku: "Tugasnya belum bisa ditinggal yah, maaf"
Ayah: "Iya, hati-hati di sana. Besok disusul ke Jogja"

Ah, perih hati ini. Kalau saja sebelum libur kemarin aku lebih cekatan mengerjakan tugas, mood lebih baik, pasti ketika libur natal dan tahun baru aku bisa pulang dan berkumpul bersama keluarga, meski hanya beberapa hari, Tanpa harus membuat Ayah datang ke Jogja, aku tahu beliau lelah, aku tahu beliau tak lagi sekuat dulu, tapi beliau tak tunjukan itu, ketika beliau datang dengan motornya dan kaca mata yang menghias wajahnya yang mulai menua, ada rasa bersalah mengelayuti jiwaku, anak macam apa aku ini. Ayah maafkan gadis kecilmu ini.

Dibalik keinginan Ayah bertemu denganku, aku tahu beliau juga ingin bertemu dengan adikku, Nanda. Tapi apa mau dikata, apabila tidak lagi ada ijin untuk dapat bertemu. Sekarang, telah banyak yang berubah. Bahkan berubah pula keluarga ini, berkurang, bertambah, sedih, senang, semuanya. Beliau, ketika hendak berpamitan berujar padaku, "Dek, kamu mau ndak ke tempat adekmu, kasih boneka ini, jangan kerumah tapi, ndak usah, ke sekolah saja, mau?". Entah aku harus menjawab apa, sungguh sesak dada ini. Aku pastikan datang menemui adik, pasti.

Semua yang berubah menjadi tanda bahwa semua tak ada yang abadi. Dan semua yang terjadi sudah pasti berpasangan pula. Ketika dalam perjalanan yang terjadi 3 bulan ini banyak yang terjadi, semua pun sudah skenario Illahi. Semua hanya tinggal dijalani.

Selama tiga bulan ini, aku kehilangan dua orang anggota keluargaku yang meninggal, kehilangan dua anggota keluargaku yang lepas statusnya dari ikatan keluarga secara hukum meski kejadian ini sudah lama sebenarnya, hanya saja lebih terasa beberapa bulan belakangan ini, dan aku mendapatkan dua orang anggota keluarga yang baru, satu cantik satu ganteng, bagiku ini seimbang, selalu ada syukur, sabar dan ikhlas yang menjadikan ini semua semakin mudah diterima dan dijalani.

Selalu ada banyak kata yang aku semogakan dalam hari-hariku, selalu ada harap yang menjadikanku mampu untuk terus bertahan, selalu ada yakin yang membuatku terus berusaha, selalu ada cinta yang menjadikan aku kuat dalam pilihan. Dan Allah, Ia yang selalu ada sebagai pelindung dan penolong hidupku. Dengan cara-Nya, dengan kehendak-Nya melalui apa-apa yang dikehendaki-Nya pula, Ia selalu datang dengan cinta dan kasih sayang-Nya. Tak mengapa aku kehilangan dari apa yang kau punya, karena semua hanya titipan. Dan aku selalu bersyukur atas apa yang aku dapat, karena semua bisa pula diambil lagi dari pelukku.

Dan kembali lagi pada wacana pulang, bulan ini aku harus benar-benar pulang, rindu yang ada sudah semakin tak dapat ditawar, aku sudah rindu untuk bertemu keluarga, bertemu mamah. Besok setelah selesai ujian, aku agendakan untuk pulang, semoga bisa, dan harus bisa. Banyak hal yang ingin ku bayar ketika kepulanganku esok, bertemu keluarga, menggendong dua adik bayiku, dan berziarah ke makam mamah. Dan satu lagi, menghormati pernikahan saudaraku, mbak Anggi. Hey, semoga aku segera menyusulmu mbak, meluruskan niat untuk menyempurnakan separuh agamaku, entah kapan tapi, heheeee :)


#STORYofMYLIFE

Komentar

Postingan Populer