Tentang Apa yang Kalian Beri





            Izinkan aku mengawali dan menutup tulisan ini dengan kata terima kasih.


            Terima kasih, sampai hari ini aku menuliskan tulisan ini aku masih ada di sini, di bumi. Bersama mereka yang dengan sadar aku sebut dalam salah satu lembar “SKRIPSI” yang kemudian diketahui itu adalah bentuk “Persembahan-Bingkisan”. Tak lain dan tak bukan itu adalah hasil pemikiran yang menguras tenaga, bukan soal siapa mereka, tapi apa yang telah mereka beri untukku, untuk hidupku, untuk setiap lembar cerita dan tulisan dalam laman ini pula. Maka, izinkan aku pula untuk mengucap terima kasih pada kalian, nama-nama yang tertulis di sana, yang semakin meyakinkan dengan apa yang ada pada Q.S Ar-Rahman: 60. Terima kasih. Kebaikan kalian terhadapku, akan berbalas dengan kebaikan-kebaikan lain dari-Nya, semoga.

            Perjalanan panjang yang ditempuh dalam waktu yang tidak sebentar, rupanya sudah menemui gerbang akhirnya Senin (29/2) lalu. Sebuah acara seremonial penambah panjang nama sudah digelar. Sekarang aku punya gelar, seorang sarjana. Bagaimana ceritanya hingga aku mendapatkan itu adalah cerita yang panjang, kalian tahu, bila aku tulisakan semua di laman ini, aku rasa perlu waktu lama dan memakan tempat banyak. Cukuplah aku beri sedikit penggalannya saja, yang sesekali aku tulis dan aku posting, dan kali ini aku akan membuat kalian tahu, (si)apa yang mengantarkanku sampai pada gerbang akhir sebagai siswa yang maha “Upacara Yudisium”.

            Entah kepadanya aku harus berkata apa, yang jelas dengan penuh rasa syukur pada-Nya, aku tak henti mengucap terima kasih kepada ibunda tersayang (Almh. Heriyati), ibuku yang telah mengandung, melahirkan, dan menjaga buah hatinnya ini sampai berumur tiga tahun dengan segenap kasih dan sayang. Aku kira, apabila beliau masih di sini hingga sekarang, tangisnya pun akan ikut pecah ketika mendengar dan melihat anak perempuannya mendapat gelar sarjana. Bagaimanapun, sejauh apapun engkau di sana bu, anakmu ini yakin, meski tidak mampu aku lihat dengan mata, aku tahu senyum dan air mata bahagia itu ada di wajahmu menyaksikan bagaimana aku berjuang “sendiri” tanpamu. Ayah dan ibuku (Tirta Dwi Priya dan Widasyani), ayahku dan ibu kedua dalam hidupku, panjang bila aku ceritakan tentang kalian berdua, izinkan aku meminta maaf terlebih dahulu atas semua salah, kelak aku berusaha agar kalian menghabiskan usia dengan bahagia. Terima kasih untuk kalian berdua, terutama untuk izin pada 7 tahun lalu yang kemudian mengantarkanku menikmati tempat baru bernama Yogyakarta. Hingga saat ini aku tahu doa dan daya kalian selalu membersamaiku. 

            Dalam setiap hidup seseorang, pasti menemui sesuatu atau seseorang yang mendapat nilai “terbaik”, termasuk aku. Beruntunglah aku yang mendapati mereka sebagai guru terbaikku (Fajar Setyawan dan Gunarto Kartiko Putro), guru yang kemudian bukan hanya seorang guru tapi menjadi sahabat yang selalu hadir dengan segenap motivasinya untukku, terima kasih telah mengajarkan arti sebuah perjuangan dan kerja keras, berkat mereka aku kuat, bahkan membuka mataku untuk berani belajar lebih jauh, lebih dari apa yang “kita kira” kita mampu. Hidup di dalam dunia rantau membuat aku yang memang terbiasa jauh dengan keluarga menjadi berharga ketika menemukan satu keluarga luar biasa di luar sana, keluarga dengan Ayah dan Ibu serta anak-anak yang begitu berharga untuk hidupku (Paiman, Sandiyem, Annisa, kedua adik dan mas). Merekalah rumah kedua dengan segenap rasa kasih dan sayang yang sama seperti keluarga sendiri. Terima kasih atas penerimaan kalian terhadapku selama ini. Dan bagiku menjadi salah satu sahabatmu adalah sebuah keberuntungan, bahkan aku lebih dari sekedar beruntung, aku sangat-sangat beruntung. Annisa, terima kasih. 

            Mengakui bahwa aku memang tak mampu sendiri, apalagi dalam dunia yang katanya sempit ini namun nyatanya luas bagiku. Aku bersyukur selalu berada di sekeliling mereka yang baik, orang-orang dengan segala peran terbaiknya untuk perjalanan hidupku. Motivasiku selalu hadir lebih kuat ketika aku melihat mereka, kakak dan adikku (Kiki dan Nanda), dua sosok perempuan yang telah dijadikan-Nya saudaraku, meski aku bukan adik dan kakak yang baik untuk mereka, tapi cinta mereka selalu hadir untukku. Begitu pula ketika aku kemudian harus tinggal di daerah orang, satu teman terbaik Allah datangkan untukku. Terima kasih Ari, berkat setiap kemurahan hatimu menolongku ketika masa putih abu-abu dulu, sampai Dia gantikan dengan keberadaan kita di tempat yang sama untuk kedua kalinya, semoga segera aku datang menemanimu merasakan sensasi “sidang” di ruang yang sama ketika Kamis (11/2) lalu. Terima kasih untukmu yang bersedia menjadi adik untukku, Syifa Amalia Rahman, ubur-ubur keren punya Kakpit. Adik yang penuh semangat dan darinya aku belajar kuat untuk melewati banyak hal dengan tetap tersenyum dan selalu semangat. Maaf ya untuk perlakukan dulu ketika kamu masih mahasiswa baru, mendapat bully karena ganti jurusan, semoga kali ini kamu tidak salah jurusan ya dik. Jurusan Akuntansi sudah cocok buatmu, mantapkanlah hatimu. Hehe.

            Sejauh kaki melangkah, ada banyak langkah lain yang menyertai, sahabat-sahabat yang selalu menemani, aku ingin berterima kasih. Kak Zaki dan Mail, dua partner keren selama aku hidup dalam dunia organisasi kampus, kalian sangat luar biasa, sosok laki-laki idaman dengan segala potensi masing-masing. Dan satu orang ini, entah bagaimana aku harus mendiskripsikannya. Mengenal sejak awal kuliah di kelas Diksi A hingga sekarang, nampaknya dia itu memang harusnya segera menyelesaikan studi. Segera mas, selesaikan. Kau tahu kenapa? Biar mimpi dan harapan kita (di 2020 esok) dapat kita cicil untuk diwujudkan. Kamu adalah sahabat dan seorang laki-laki yang entah bagaimana harus aku jelaskan. Tapi, biarlah. Toh nyatanya aku tahu kamu lebih dari yang kebanyakan orang lain tahu tentangmu. Dan aku rasa aku hebat, karena aku adalah satu dari sekian orang yang berani memarahimu selama bertahun-tahun, hampir 4 tahun crewet dan brisik soal kuliahmu dan sesekali soal hidupmu yang lain, hingga membuatmu (dan aku) menjadi tidak sadar, bahwa sekarang kita sama-sama “membangun mimpi”. Lalu aku pun mengira benar kalau akan banyak timbul pertanyaan dari mereka yang mungkin “heran”, atau mungkin mereka yang sekedar ingin tahu privasi seseorang, dan menurutku kita tak perlu menjelaskan panjang lebar. ISL, terima kasih untuk kesekian kalinya, maaf jika sudah bosan mendengar dan menaggapinya. Semoga Dia mengizinkan kita untuk sampai dan mewujudkan mimpi itu, serta menjaga kita dari ketidakmampuan kita menjaga diri. Semoga.

            Allah Maha Baik, mempertemukanku dengan orang-orang baik, ya kalian, orang-orang terbaik yang ada dalam sebagian perjalanan hidupku sejauh ini. Kalian yang selalu membersamai, yang bukan sekedar siapa namun telah memberikan apa untukku. Alhamdulilah, aku sudah menyelesaikan perjalanan dalam masa ini, aku sudah sampai di gerbang akhir cerita perkuliahan (S1), dan aku telah memasuki pintu baru, gerbang awal hidup yang baru. Semoga Allah selalu mengizinkan kalian untuk membersamaiku, meski tidak secara fisik, semoga selalu lewat doa-doa yang tiada henti. Allah, terima kasih.



Diyah Puspita Rini, sedikit catatan cerita tentang apa yang telah kalian beri.... :)


            #ithasjourney #ijouney16

Komentar

Postingan Populer