Terima Kasih

Aku tahu, bahkan sangat tahu. Mereka semua bukanlah para penagih utang, apalagi orang-orang yang gemar mencatat dan mengingat segala amal baik: yang pernah dilakukan. Tapi aku harus mengakui, pada orang-orang berikut ini aku berhutang begitu banyak.

Aku berhutang kasih dan sayang pada Ibu dan Bapak, mereka yang selalu tanpa pamrih memberi cinta yang bening, tanpa cacat. Mereka adalah orang tua luar biasa, yang tidak pernah berhenti mengirimkan doa dan restu, segala kebaikan hati mereka begitu manis. Aku mohon maaf, apabila hingga detik ini belum bisa memberikan bahagia yang kalian damba, bukan sebab diri tak ingin, tapi aku tidak pernah tahu harus apa selain berusaha berbuat segala yang terbaik. Seperti apa yang selalu Bapak bilang, "Dengan segala usaha baikmu, semoga kamu bisa selalu bahagia. Jangan tinggalin sholatnya, saling membantu, saling membagi rejeki meskipun kita bukan orang kaya harta, jangan pernah merasa miskin, kita harus selalu berusaha merasa cukup, biar Allah cukupkah segala kebutuhan kita, dunia dan akhirat".

Ibu, aku berhutang nyawa padamu. Dari rahimmu 24 tahun lalu, tepat di tanggal ini aku lahir. Yaa, dan sebentar saja kita berjumpa. Selepas ibu perpulang lebih dulu sekitar dua puluh tahun lalu, aku kering, betapa sakitnya merindu hadirnya seorang ibu dalam hari-hari. Aku sering merasa iri dengan teman-teman sepermainan ketika berkunjung ke rumah mereka, melihat betapa ibu mereka memenuhi segala kebutuhannya. Aku juga terkadang menahan air mata, saat melihat di satu kesempatan tertentu sebuah anggota keluarga pergi berlibur, terlihat binar bahagia dari senyum anak kecilnya, tangan mungilnya tak pernah luput dari gengaman. Tapi, sekuat apa rasa iri itu, tidak pernah lebih besar dari rasa penerimaanku yang semakin besar seiring bertambahnya pemahaman diri. Aku tahu, segala yang hidup akan mati, dan semua hanya sementara. Ibu, terima kasih.

Aku juga sangat berterima kasih padamu, Mas. Satu nasihat darimu yang terus membekas, yang kamu beri waktu aku merasa apa yang aku lakukan selalu dinilai salah, selalu dipandang sebelah mata: "Semua orang gak akan bisa ngasih yang terbaik dalam segala hal, karena kita juga gak bisa menilai apa yang kita kasih itu udah yang terbaik apa belum. Yang terpenting bukan masalah terbaik apa engga, tapi yang penting kita sudah berusaha memberikan yang menurut kita baik". Aku bersyukur, Allah mencukupkan rasaku padamu. Semoga Allah ridho dengan kita, yang meniatkan diri untuk beribadah (bersama) dan meraih surga-Nya.

Dari kalian, Bapak dan Mas. Aku banyak berhutang. Kalian mengajarkan sebuah pemahaman padaku, bahwa kita harus terus berbuat yang terbaik sesuai kemampuan kita, meski bagaimana kelak orang lain akan menilai. Dan aku paham, bahwa poin terpenting dalam menjadi diri yang baik adalah: menjadi baik dan lebih baik dari diri kita sebelumnya, bukan menjadi baik atau lebih baik dari orang lain. Bapak dan Mas. Terima kasih, semoga Allah anugerahkan kebaikan surga-Nya kepada kalian.

"I love you, not only were you to make me feel good about myself, but you could also push me to be better in everything", dari Pita untuk Bapak dan Mas.

PS:
Mas, adalah panggilan untuk seorang laki-laki berinisial ISL. Dia laki-laki yang serupa dengan Bapak. Perhatiannya tak pernah terlihat, tapi tindakannya nyata. Rindunya tak pernah terucap, tapi aku yakin doa-doanya selalu melangit. Semoga, aku dan kamu Allah (segera) cukupkan menjadi kita. Semoga :)

Komentar

Postingan Populer